Mualaf: ISMAIL
REPUBLIKA.CO.ID, "Saya menjadi Muslim
sebab ada banyak alasan baik, namun yang terpenting, saya ingin dekat
dengan Tuhan dan menerima pengampunan dan penyelamatan abadi," tulis
Ismail Abu Adam di akun YouTube miliknya. Padahal jauh sebelum
menyatakan itu, Ismail yang awalnya penganut Kristen taat, ingin
melakukan misi penginjilan ke komunitas Muslim yang selama ini ia pikir
harus diselamatkan.
"Saya lahir besar sebagai Kristen.
Tetapi dasar saya adalah Katholik Roma," kata Ismail. "Saya selalu
meyakini Yesus adalah Tuhan dan saya berikan hidup saya kepadanya,"
tuturnya.
Ismail meyakini Yesus adalah penyelamat dan ia juga mempercayai peristiwa kematian, penyaliban hingga kebangkitan Yesus. "Juga konsep dosa asal, seratus persen semua itu saya yakini sebagai kata-kata Tuhan," ungkap Ismail.
Sebagai penganut taat, ia pergi ke
gereja setiap minggu dan aktif dalam kegiatan peribadatan. Bahkan ia
kerap mengkotbahi teman-temanya dan mengajak mereka yang beberbeda
keyakinan untuk mempercayai agama yang ia anut.
Pada awal usia 20-an, Ismail mulai
tertarik melebarkan kotbah ke umat Muslim. "Saya besar, tinggal di
Amerika Utara. Di sana saya sangat jarang bertemu Muslim, yang ada
hanyalah kaukasia dan kristen, jadi saya ingin menyaksikan Kristen bisa
disebarkan ke komunitas Muslim," ujarnya.
Sebelum benar-benar turun ke lapangan dan bersentuhan langsung dengan Muslim, Ismail memutuskan mengawali dari dunia maya. Ia mencoba mencari celah bagaimana Kristen bisa disebarkan lewat media tersebut.
Ketika menelusuri internet itulah ia
menemukan dan menyaksikan video yang ia anggap menarik; debat antara
seorang Muslim dan penginjil. Muslim itu dari Afrika Selatan bernama
Ahmad Deedat. Lewat debat, Ismael menyadari bila ia sangat paham injil.
"Ia selalu menang dan mampu mematahkan serta membuat sanggahan jitu
terhadap penginjil dari setiap aspek," tutur Ismael.
"Ia mematahkan argumen bahwa dosa asal
itu tidak ada, bahwa Kristen bukan kata-kata Tuhan, serta menunjukkan
bahwa Kristen adalah doktrin yang salah karena dibuat oleh intepretasi
selip, sudah mengalami fabrikasi, modifikasi ditambah dan juga dikurangi
oleh penulisnya," kata Ismail lagi.
Dedat, menurut Ismail, juga menyinggung doktrin trinitas, kebangkitan, penyaliban. "Terasa betul argumen lawan (penginjil-red) sangat lemah dan mudah dipatahkan. Harus saya akui, jujur saya tidak suka Ahmad Deedat saat itu," ungkap Ismail.
Ia bahkan frustasi dengan pembicara dari
kubu Kristen. "Ia memegang gelar PhD di bidang teologi Kristen, tapi ia
tak bisa mematahkan balik argumen Ahmad Deedat yang hanya bicara
sendiri dan hanya didukung oleh Al Qur'an."
Saat itu Ismael berpikir Deedat tentu
menggunakan Injil untuk membantah doktrin Kristen. Ia pun tergugah untuk
mempelajari Kristen lebih lanjut dengan semangat kelak ia akan
membantah argumen-argumen Ahmad Deedat.
Ismael mengaku tipe orang dengan
pemikiran skeptis. "Saya sulit percaya dan meyakini sesuatu jadi saya
perlu memelajari dan menyelediki sendiri untuk memahami dan meyakini
sesuatu," ujarnya.
Saat memutuskan untuk lebih mendalami Kristen ia memilih dari prespektif Islam. "Sebelumnya saya tak pernah melakukan itu, memelajari Kristen dari prespektif selain Kristen dan Deedat benar-benar mengonfrontasi pemahaman saya," ungkap Ismail.
Ismail pun mengkaji Injil dan doktrin
Kristen dari Islam. Ia memelajari keabadian, konsep trinitas,
penyaliban Yesus, konsep juru selamat hingga kebangkitan, dosa asal.
"Apakah benar injil adalah kata-kata Tuhan," tuturnya.
Ketika mendalami Al Qur'an Ismail
menyadari bahwa argumen Deedat ternyata benar. "Saya tiba-tiba merasa
berada di jalan yang salah. Kristen bukanlah kata-kata Tuhan. Ini
benar-benar sebuah tamparan keras bagi saya" kata Ismail.
"Saya telah menganut Kristen
bertahun-tahun, saya lahir sebagai Kristen dan menjadi seorang Katholik
selama 20 tahun, tiba-tiba semua yang saya yakini berbalik dari atas ke
bawah. Tentu ini merupakan guncangan besar," tuturnya.
Saat itu belum timbul keinginan Ismail
untuk menjadi Muslim. "Yang saya inginkan saat itu mengetahui secara
mendasar kebenaran sesungguhnya," ungkapnya.
Islam pun mulai ia pejalari. Dari sana
ia memahami Muslim hanya mempercayai satu tuhan dalam konsep bernama
tauhid. Monoteisme, itulah kesimpulan yang ia peroleh dari agama Islam.
"Mereka memanggil tuhan dengan Allah, mereka percaya Yesus adalah nabi,
seorang messiah yang mengabarkan kebenaran saat dibangkitkan lagi, itu
juga keyakinan besar yang saya anut," kata Ismail.
Lebih dalam mengkaji, Ismail menemukan
konsep pengampunan dan penyelamatan Tuhan. Ia memahami pengampunan dalam
Islam diperoleh dengan cara beriman kepada Tuhan, melakukan ajaran-Nya
dan berbuat kebaikan sebagai wujud iman.
Ismail juga mengetahui bahwa Muslim
mempercayai ada nabi setelah Isa yakni Muhammad. "Mereka meyakini itu
sebagai kata-kata Tuhan dan semua ada dalam kitab yakni Al Qur'an,"
ujarnya. "Ini sesuatu yang baru bagi saya. Saya pernah tahu Islam, tapi
tidak mendetail."
Saat itu Ismail mengaku mulai muncul
rasa suka terhadap Islam. "Muslim mempercayai keberadaan Yesus. Bagi
saya itu adalah sebuah tautan antara Islam dan Kristen dan itu membuat
saya merasa nyaman. Saya seperti menemukan batu pijakan," tutur Ismael.
Begitu mengetahui bagaimana Muslim
meyakini Tuhannnya, bagaimana Nabi diutus membawa pesan, Ismail merasa
dilahirkan untuk mempercayai itu. Ia pun memutuskan pergi ke masjid.
"Saat itu saya pindah ke kota kecil dan di kota itu ada sebuah masjid.
Saya ketuk pintunya dan berkata saya ingin berbicara dengan seseorang
tentang Islam," tutur Ismail.
Setelah itu Ismail rutin meyambangi Masjid tersebut saban minggu untuk berdiskusi dengan seorang imam di
sana. Sang imam memberinya buku-buku bacaan tentang Islam dan juga
biografi Rasul Muhammad. saw. "Ia meladeni dan menjawab semua
pertanyaan-pertanyaan saya," kata Ismail.
Hingga suatu hari, sang Imam berkata
kepadanya "Saya tidak ingin kamu menjadi Muslim kecuali kamu benar-benar
yakin dengan agama ini." Mendengar itu Ismael lagi-lagi mengaku
terkejut. "Selama saya menjadi Kristen saya selalu bertemu kotbah dan
juga berkotbah untuk mengajak seseorang menjadi Kristen. Setiap Kristen
selalu mencoba mempengaruhi seseorang menjadi Kristen," tuturnya.
"Hampir tidak mungkin Kristen berkata, 'Saya tidak ingin kamu menjadi
Kristen kecual kamu yakin dan kembalilah kepada saya jika kamu sudah
yakin'."
Ismail justru tertantang dengan ucapan
sang imam. Apakah ini memang jalan sesungguhnya? "Ini justru menggelitik
saya untuk mengetahui apakah Islam itu memang yang benar, yang harus
diyakini? Sungguh tak ada yang memaksa saya untuk menjadi Muslim,"
tuturnya. "Saya melihat dalam Islam terdapat kebenaran dan itu tampak
jelas sebagai cara hidup yang diinginkan Tuhan bagi saya," ujarnya.
Ketika Ismail mengingat Injil kembali, justru ia menemukan fakta Yesus yang diyakini sebagai tuhan tak pernah mengklaim dirinya adalah tuhan dan menyeru pengikutnya untuk menyembahnya. Membandingkan lebih jauh lagi, dalam Al Qur'an, Ismail menemukan janji pengampunan Allah akan diberikan bagi orang yang beriman, namun di Injil, kata 'janji' itu tak ada.
"Pengampunan dan penyelamatan diberikan
Allah karena Ia mencintaimu, karena engkau bertobat, beriman kepadanya
dan melakukan apa yang ia kehendaki. Itu sungguh jelas dan sederhana,"
kata Ismail. Sementara di Kristen, menurut Ismail, penyelamatan cukup
sulit bagi pemeluknya.
"Pertama anda harus meyakini dahulu
peristiwa pembunuhan kejam dan penyaliban seseorang yang tak berdosa, di
mana darah ditumpahkan demi menyelamatkan dosa anda. Anda diciptakan
dengan dosa asal. Tuhan menempatkan diri anda di dunia bersama dosa
dalam hati atau jiwa anda. Semua itu justru tidak mencerminkan keadilan
Tuhan," paparnya.
Ismail menilai pengampunan dan
penyelamatan di Islam lebih masuk akal. "Pengampunan adalah milik Tuhan,
pemberian Tuhan karena cinta, karena kita meminta kepada-Nya, karena
kita meyakini-Nya," ujarnya. "Memang di Injil juga ada kata-kata yang
mengandung kebenaran. Tetapi Islam lebih superior dan secara logika
benar. Bagi saya itu sangat mengagumkan," imbuhnya.
Padahal selama ini Ismail selalu
membayangkan Islam sebagai agama kekerasan, seperti menganjurkan
pembunuhan. "Tapi ketika saya membaca Al Qur'an saya menemukan banyak
ketenangan, kalimat mengandung kedamaian, kesunyian dan pencerahan.
Karena itulah saya memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.
Kini Ismael meyakini Allah adalah
tuhannya dan menyerahkan seluruh hidupnya kepada-Nya. "Ia adalah raja
sekaligus penyelamat saya di dunia dan akhirat. Dengan ini saya pun
meyakini Yesus membenarkan ajaran Yesus sebagai seorang Muslim,"
ujarnya.
Saat ini Ismael mengambil disiplin
Kajian Islam di perguruan tinggi. Dalam sepuluh tahun terakhir ia telah
bepergian ke enam negara bermayoritas Muslim dan membaca puluhan
buku-buku tentang Islam dan Perbandingan Agama. Ia bahkan sudah cukup
fasih untuk berbincang dalam Bahasa Arab. Dalam akun YouTube-nya Ismail
menulis, "Saya mencintai Allah karena Ia yang pertama kali mencintai
saya."
alhamdulillah..
____________________________
sumber: http://www.mualaf.com/
0 komentar:
Posting Komentar
Saudaraku, mari kita per-erat tali silaturrahmi dengan menuliskan komentar terbaikmu di sini..